Beberapa orang mengeluh ketika mendapati anak-anak yang berperilaku tidak sopan. Anda tidak ingin anak Anda juga menjadi sumber keluhan mereka, kan? Kalau iya, baca 5 tata krama dasar wajib berikut ini agar Anda bisa mendidik anak dengan lebih baik.
Mendidik adalah pekerjaan yang tidak mudah. Karena itu, di kala pandemi banyak orang tua yang merasa kerepotan saat anaknya SFH (study from home). Apa Anda juga termasuk di antaranya?
“Iya, saya sekarang lebih menghargai keberadaan guru sekolah. Pasti berat mendidik anak, apalagi kalau sedang nakal,” kata seorang ibu RT X.
Syukurlah jika dengan kenyataan tersebut, Anda bisa lebih menghargai peran guru di sekolah.
Namun, bukan berarti mendidik itu hal yang mustahil. Alih-alih menyerah, orang tua seharusnya wajib belajar dan memahami cara mendidik anak. Tidak perlu yang susah-susah dulu.
Misalnya, dimulai dari tata krama dasar untuk bermasyarakat.
Jujur saja, beberapa orang di sekitar kami mengalami hal yang tidak mengenakkan saat membahas tentang tata krama anak-anak zaman now.
Beberapa orang bilang anak-anak sekarang kurang sopan santun. Mudah berbicara kasar kepada yang lebih tua, sulit menghargai pendapat orang lain, mudah mencemooh kondisi fisik temannya, hingga kurang mampu memahami pentingnya kebersihan lingkungan.
Kalau sedari kecil tidak dididik dengan baik, bagaimana saat dewasa nanti? Anda pasti tidak mau anak Anda menjadi beban atau sumber masalah untuk orang lain, bukan?
Jadi, sebelum mendidik anak Anda tentang pelajaran sekolah yang rumit, cobalah untuk mendidik mereka tentang tata krama dasar bermasyarakat.
Lebih baik lagi, jika Anda mendidiknya sedini mungkin, karena semakin dini maka semakin mudah menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada anak.
Lalu, apa saja adab atau tata krama dasar yang wajib diajarkan pada anak sejak dini? Yuk, baca ulasannya berikut.
Maaf, Tolong, Terima Kasih
Tiga ucapan dasar yang sangat teramat wajib diajarkan pada anak adalah “maaf”, “tolong”, dan “terima kasih”.
“Maaf, boleh saya lewat?”
“Ayah, bisa tolong bantu adik kerjakan PR?“
“Terima kasih sudah dibelikan sepatu, Kakek.”
Tampaknya mudah, bukan? Memang mudah, jika Anda mengajarkannya sejak kecil.
Namun, akan sulit jika Anda sebagai orang tua tidak memberikan contoh yang baik, lalu menuntut mereka mengucapkan tiga kata tersebut saat sudah beranjak dewasa.
Mereka akan merasa terpaksa dan secara naluri melawan karena tidak memahami makna di balik tiga kata tersebut.
Beda halnya jika Anda mengajarkannya sejak dini dengan cara memberi contoh secara langsung.
Karena anak adalah mesin photocopy terbaik, maka ia akan meniru apa yang dilakukan orang di sekitarnya tanpa banyak bertanya.
Dengan terbiasa mengucapkan tiga kata tersebut, anak Anda akan lebih memahami pentingnya keberadaan orang lain dan cara termudah untuk menghargai diri sendiri.
Menghargai Orang Lain
Tiga kata dasar sebelumnya adalah satu di antara bentuk menghargai orang lain yang bisa Anda ajarkan sebagai pelajaran pertama.
Selanjutnya, masih ada banyak bentuk sikap atau tata krama untuk menghargai orang lain yang bisa Anda ajarkan pada anak Anda.
Apa saja itu?
- Menghargai pendapat orang lain, jadi tidak boleh memotong pembicaraan orang lain
- Menghargai bentuk fisik orang lain, maka tidak boleh mengejek seseorang dengan kata jelek, pincang, hitam, tonggos, gendut, kurus, dll. Ajarkan pada mereka untuk menggunakan bahasa yang lebih halus dan berpikir dua kali sebelum berucap
- Menghargai pemberian orang lain, karenanya tidak boleh menolak pemberian seseorang dengan kalimat yang kasar. Ajari anak untuk menerima pemberian dengan mengucapkan terima kasih, atau menolaknya dengan cara yang halus
- Menghargai keberadaan orang lain, maka tidak boleh memotong antrean, selalu mengetuk pintu dengan wajar saat bertamu, dan tidak enggan memuji seseorang yang berbuat baik.
Meminta Izin Sebelum Melakukan Sesuatu
Mengajari anak untuk meminta izin sebelum melakukan sesuatu akan sangat bermanfaat bagi orang tua, anak, dan juga orang lain.
Intinya adalah mengajari anak tentang consent. Bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang lain.
Anak yang memahami tentang pentingnya “izin”, akan tahu bahwa ia memiliki batasan untuk bertindak dan orang lain juga memiliki batas atas dirinya.
Anda bisa memulainya dengan mengajarkan anak Anda untuk meminta izin sebelum meminjam barang, termasuk kepada keluarganya sendiri.
Jika sudah terbiasa meminta izin, ia akan sadar bahwa penting untuk memberitahu orang lain tentang apa yang ia akan lakukan.
“Adik mau pinjam kuas gambar Ayah, boleh?”
“Nenek, saya pinjam sapunya sebentar, boleh?”
“Ibu, adik boleh makan kue coklatnya sekarang?”
“Kakak, besok sepedanya adik pakai ke rumah teman, boleh?”
Lebih jauh lagi, Anda bisa mengajari mereka tentang sex education melalui hal ini. Beri mereka wawasan bahwa ada bagian tubuh tertentu yang tidak boleh disentuh sembarangan.
Bila ada orang lain yang melanggar batasan tersebut, maka mereka wajib melaporkannya pada Anda, orang tuanya.
Selain bermanfaat untuk mengajari anak tentang “miliknya dan milik orang lain”, mereka juga bisa terhindar dari berbagai masalah yang bisa membahayakan dirinya, dengan selalu meminta izin sebelum bertindak.
Sopan kepada yang Tua, Sayang kepada yang Muda
Pernah mendengar kalimat “sopan kepada yang tua, sayang kepada yang muda”?
Sebagai generasi 90-an, kami sangat familiar. Hampir di setiap sekolah, selalu ada tulisan kalimat tersebut di lorong atau dinding sekolah sebagai pengingat.
Sama halnya dengan tata krama sebelumnya, sopan kepada yang tua dan sayang kepada yang muda adalah bentuk menghargai orang lain.
Berbahasa sopan memang baik, tetapi kepada yang lebih tua adalah yang utama. Bahkan, beberapa bahasa daerah juga membedakan tingkat bahasa yang biasa digunakan kepada teman sebaya, orang tua, dan yang lebih tua dari orang tua.
Karenanya, ajarkan pada anak Anda perbedaan tata bahasa kepada orang tua dan kepada teman sebayanya.
Tidak hanya dari segi bahasa, sikap atau perilaku juga perlu diperhatikan.
Misalnya, saat ada kakek/nenek mereka, ajari mereka untuk menyapa dengan salam. Ketika makan, ajari anak untuk mengambil lauk secukupnya, agar anggota keluarga lain juga kebagian. Saat menggunakan televisi, ajari anak untuk bergantian menonton dengan adik/kakaknya agar tidak terjadi pertengkaran.
Jika sudah terbiasa, bentuk rasa sopan dan sayang ini akan membuat anak mudah bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain. Dengan begitu, ia tidak akan canggung saat berada di tengah masyarakat.
Menjaga Kebersihan dan Kesehatan untuk Diri dan Orang Lain
Memberi pemahaman tentang kebersihan dan kesehatan juga termasuk tata krama dasar.
Tidak jarang anak-anak membuang sampah sembarangan karena tidak ada yang mengajari mereka untuk membuang sampah pada tempatnya. Tentu saja ini bisa sangat berpengaruh pada kebiasaan mereka saat dewasa.
Dimulai dari membuang sampah pada tempatnya, anak akan lebih peduli pada lingkungannya. Bukan hanya lingkungan di rumah, tetapi juga di sekolah, di kelas, di rumah saudaranya, hingga di lingkungan tempatnya bermain.
Selain membuang sampah pada tempatnya, menjaga kebersihan dan kesehatan bisa terwujud dari berbagai sikap, di antaranya:
- Membersihkan dan merapikan tempat tidur secara mandiri
- Menutup mulut saat batuk/bersin
- Menghindari berdekatan dengan orang lain saat sakit menular
- Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan
- Mencuci kaki dan tangan setelah bepergian
- Membereskan mainan sendiri
- Makan buah dan sayur yang cukup tanpa diminta, dsb.
Dengan mengetahui pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan, anak akan sadar bahwa hidup di bumi bukan untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang lain yang ia sayangi.
Cukup jelas, ya, Parents?
Sekali lagi, satu hal yang wajib Anda ingat, anak adalah mesin photocopy terbaik.
Jadi, mulailah segala sesuatu dari diri Anda. Beri contoh langsung kepada anak, lalu beri mereka wawasan secara verbal. Jangan hanya menceramahi tanpa memberi teladan, ya, Parents.
Apakah hanya itu saja? Secara garis besar, iya. Praktiknya, bisa bercabang banyak sekali.
Setidaknya, sebagai orang tua, Anda tahu bahwa ada cara agar anak-anak Anda bisa menjadi anak yang baik, untuk dirinya, Anda, dan juga orang lain.
Maka, ketika mendampingi mereka, tidak akan sulit untuk membuat mereka paham bahwa belajar adalah bagian dari hak, kewajiban, dan tanggung jawab mereka, bukan orang lain.
Setiap anak berhak untuk mempelajari sesuatu dengan baik.
Setiap anak wajib untuk menuntaskan tugas belajar mereka secara mandiri.
Setiap anak bertanggung jawab atas sesuatu yang mereka pelajari.
Menjadi orang tua memang tidak mudah, tapi bukan berarti mustahil.
Happy parenting! ^^