Setiap orang bisa berpikir. Tapi tidak semua orang bisa berpikir kritis. Bagaimana caranya melatih anak berpikir kritis sejak dini? Berikut tips sederhananya.
Berpikir.
Satu kata yang menjadi pembeda manusia dengan mahluk lainnya. Memang ada mahluk lain yang bisa berpikir, bahkan bertingkah, layaknya manusia.
Namun, jika kita menambahkan satu kata lagi yakni “kritis”, akan lain soalnya.
Berpikir kritis.
Bisa dikatakan, semua orang bisa berpikir, tapi tidak semua orang bisa berpikir kritis.
Dengan makna lain, berpikir kritis adalah kemampuan berpikir dengan lebih baik.
Faktanya, tidak banyak anak yang tahu bagaimana cara mengkritisi sesuatu.
Dulu, ketika saya menjadi seorang guru les, hal pertama yang saya tekankan pada siswa saya adalah, “Setiap manusia bisa salah, termasuk guru.”
Saya selalu meminta mereka untuk mengatakan dengan jujur dan berani jika ada kalimat atau jawaban saya yang salah.
Saya juga mengatakan, bahwa mereka juga wajib untuk selalu mempertanyakan tulisan atau pernyataan apapun.
Jangan takut bertanya demi sebuah kepastian.
Sebab, rerata siswa saya hanya menerima saja jawaban yang diberikan guru mereka di sekolah.
Pernah suatu kali jawaban tersebut salah, tapi mereka diam di sekolah, lalu mengadu pada saya untuk memastikan.
Padahal jelas di buku sudah ada jawaban benarnya.
Sejak itu, saya tekankan, bahwa guru juga manusia yang bisa salah. Ingatkan dengan baik, bertanya dengan sopan, pasti guru akan dengan lapang hati memperbaiki jawabannya.
Berpikir kritis tidak hanya akan bermanfaat untuk anak di sekolah.
Lebih dari itu, anak yang sudah mampu berpikir kritis akan mampu menyelesaikan masalahnya dengan lebih baik dan efektif.
Tidak jarang orang yang ahli berpikir kritis bisa menemukan lebih dari 3 jawaban untuk satu pertanyaan.
Keren, ya?
Memang, berpikir kritis adalah kemampuan yang berat, yang biasanya hanya dimiliki oleh orang dewasa yang berpengalaman.
Tapi, bukan berarti sebagai orang tua, Anda tidak bisa melatih anak Anda untuk bisa berpikir kritis sejak dini.
Bagaimana caranya? Yuk, simak 7 cara melatih anak berpikir kritis berikut ini.
Rajin Membaca
Setiap orang yang ahli berpikir kritis pada dasarnya adalah orang yang suka membaca. Membaca apa saja yang menambah wawasan dan pengetahuannya.
Karenanya, jika ingin anak Anda mampu berpikir kritis, Anda harus membuatnya suka membaca.
Dengan membaca, pengetahuan dan wawasan yang diperoleh anak akan menjadi bahan bakar untuk berpikir kritis.
Anak yang terbiasa membaca juga bisa mencari solusi dengan mudah jika ia membutuhkan waktu untuk mencari informasi melalui bacaan.
Sebab, seperti seorang pendaki gunung yang berpengalaman, orang yang rajin membaca tahu mana bacaan yang tepat dan solutif untuk memecahkan suatu masalah.
Berani Bertanya
Umumnya, seseorang yang rajin membaca, pengetahuan dan wawasannya lebih banyak, akan sering mempertanyakan sesuatu.
Misalnya seorang anak yang tahu bahwa warna hijau, identik dengan warna hutan yang menenangkan. Ketika melihat dokter bedah memakai pakaian berwarna hijau untuk operasi, ia akan berpikir, “Mengapa dokter menggunakan pakaian hijau? Apakah warna hijau menenangkan dokter saat di meja operasi?”
Si anak bisa saja bertanya kepada dokter secara langsung, atau mencari jawaban sendiri dengan membaca.
Berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis, berani bertanya menjadi poin yang sangat penting. Semakin sering anak bertanya, maka akan semakin terasah kemampuannya dalam berpikir kritis.
Jadi, tidak heran jika setiap guru di sekolah selalu mendorong siswanya untuk bertanya.
Tentu saja, sebagai orang tua Anda wajib memberikan pengertian kepada anak Anda agar mereka tidak melupakan adab bertanya, terutama kepada orang yang lebih tua.
Mereka harus bertanya karena ingin tahu jawabannya, bukan bertanya karena ingin menjatuhkan orang lain.
Intinya, buatlah anak Anda berani, jujur, dan sopan dalam bertanya.
Membuat Daftar “Kelebihan dan Kekurangan”
Seperti permainan, membuat daftar “plus and minus” bisa menjadi tips yang menarik dan tidak membosankan bagi anak.
Hal ini juga bisa menjadi cara menjawab pertanyaan yang dilontarkan anak sekaligus membuatnya berpikir dua kali sebelum memutuskan opininya.
Misalnya, ketika anak bertanya, “Mengapa menyontek itu salah?”, Anda bisa mengajak anak membuat daftar “plus and minus” dari menyontek.
Terbiasa mengenali kelebihan dan kekurangan sesuatu juga akan meningkatkan kemampuan berpikir kritis anak.
Mereka akan berpikir lebih dahulu sebelum bertindak, dan tidak mudah dipengaruhi pendapat orang lain, sebab mereka tahu dampak positif dan negatif dari tindakannya.
Mencari Masalah Nyata
Satu-satunya cara untuk menguji kemampuan berpikir kritis anak adalah dengan menghadapkannya pada masalah nyata.
Tidak perlu masalah yang serius, Parents.
Cukup masalah sederhana, misalnya memutuskan membeli belanja mingguan di pasar tradisional atau di mini market.
Arahkan anak agar ia mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dari pilihan-pilihan tersebut.
Beri mereka wawasan dengan menceritakan pengalaman Anda berbelanja di kedua tempat tersebut.
Jika mereka masih belum menemukan poin kelebihan dan kekurangannya, beri mereka petunjuk.
Anda bisa mengajak mereka membaca katalog/brosur terbaru dari mini market dan mencari tahu harga bahan pangan di pasar tradisional.
Setelah itu, ajak mereka berdiskusi.
Selama proses mencari tahu dan berdiskusi, secara tidak langsung anak sedang mengamati dan mengidentifikasi masalah.
Biarkan ia mencari jawaban dan sebagai penghargaan dari usaha tersebut, hargailah pilihan si anak.
Sebagai latihan awal, ikuti keputusan mereka, agar mereka tahu bahwa hasil dari berpikir kritis mereka akan selalu berdampak bagi orang lain.
Berdiskusi untuk Solusi
Seperti yang dibahas sebelumnya, ketika anak sudah bisa mengidentifikasi masalah, ia akan membutuhkan pendapat orang lain untuk berdiskusi.
Namun, jangan hanya berdiskusi ketika ada masalah nyata saja.
Jadikan diskusi dengan anak sebagai rutinitas.
Sebab, dengan berdiskusi, anak akan terbiasa untuk menerima pendapat orang lain dan memikirkan kembali pendapat tersebut.
Memang tidak mudah memberi pengertian kepada anak tentang hal ini.
Karenanya, Anda wajib untuk selalu memberi mereka kesempatan berpendapat.
Dengan begitu, saat mereka merasa bahwa pendapat mereka dihargai, maka mereka akan menghargai pendapat orang lain.
Jangan lupa juga untuk mengajari anak mencari kebenaran dari sebuah pendapat dalam diskusi.
Jika anak Anda rajin dan suka membaca, mencari fakta dari sebuah pendapat bukanlah hal yang sulit.
Mengambil Keputusan Sendiri
Saat anak sudah mampu mengutarakan pendapatnya dengan baik dan bisa diikutsertakan dalam memecahkan masalah, tandanya ia siap untuk mengambil keputusan.
Jujur, tidak banyak orang tua yang membiarkan anaknya mengambil keputusan sendiri.
Orang tua cenderung khawatir si anak akan salah memilih.
Padahal, jika anak tahu sebab dan akibat, maka ia akan paham bahwa dirinya bertanggung jawab atas pilihannya.
Memang tidak mudah, tapi Anda wajib mencobanya.
Mulailah dari hal kecil, misalnya membelanjakan uang. Tawarkan padanya senilai uang, dan beri ia dua pilihan.
“Ayah beri uang Rp 500.000, ya. Tapi, hanya boleh untuk membeli 1 kebutuhan sekolah atau ditabung.”
Ia akan berpikir keras. Haruskah ia membeli tas dan sepatu baru seperti teman-temannya, atau menabungnya untuk membeli kamera yang ia impikan sejak lama?
Anak akan memilih sesuai kebutuhannya jika ia dibiarkan berpikir lebih lama.
Namun, sebagai orang tua, Anda harus memberi mereka arahan. Tanyakan tentang kelebihan dan kekurangan dari pilihannya, dan minta ia untuk menentukan prioritas.
Satu hal lagi yang tidak kalah penting, anak wajib tahu tentang prioritas agar mereka paham tentang kebutuhan dan keinginan.
Saat mereka sudah memutuskan, maka hargai keputusan mereka.
Tentu, akan ada masa di mana keputusannya merugikan. Tapi, jangan menyalahkan anak terang-terangan atau memarahinya.
Jelaskan padanya untuk berpikir dengan lebih baik di lain kesempatan.
Jika Anda langsung memarahinya, anak akan takut mengambil keputusan.
Hal ini bisa menjadikan ia manja dan bergantung pada orang lain, yang pastinya akan merugikan ia di masa depan.
Sabar Sebelum Berkata dan Bertindak
Anda telah berhasil membuat anak Anda berwawasan luas, berani berpendapat, rajin berdiskusi dan mampu mengambil keputusan.
Tapi, semuanya akan sia-sia jika Anda tidak mengajari mereka tentang kesabaran.
Sebenarnya, saat berpikir kritis, anak juga sedang melatih kesabarannya.
Namun, ada kalanya mereka berpikir dan bertindak sesuai pikiran mereka sendiri tanpa memikirkan sudut pandang orang lain.
Ajari mereka untuk bersabar dengan memikiran konsekuensi yang mungkin terjadi pada orang lain.
Beri mereka pemahaman untuk selalu mengenali situasi dan kondisi sebelum menyatakan pendapat atau melakukan tindakan.
Meski mereka tahu tentang suatu kebenaran, mereka juga harus tahu waktu dan tempat yang tepat untuk menyampaikannya.
Pada proses mengenali situasi dan kondisi inilah, anak secara tidak langsung sedang berpikir tentang konsekuensi dan prioritas.
Konsekuensi dari tindakannya untuk dirinya dan orang lain.
Prioritas yang akan membuatnya tahu, penting atau tidaknya suatu pendapat/tindakan.
Bagaimana, parents?
Apakah terasa sulit?
Memang sulit, tapi tidak berarti mustahil, bukan?
Percayalah, tidak ada yang mudah di dunia ini.
Selalu dibutuhkan usaha yang besar untuk mendapatkan hasil yang besar.
Yang perlu Anda ingat, anak akan meniru orang tuanya.
Jika Anda semangat, sabar, dan bahagia selama mendidik anak, maka mereka pun akan semangat, sabar, dan sama bahagianya dengan Anda.
Semoga berhasil, ya.
Happy Parenting! (^_^)